Bismillah.
Pada bagian sebelumnya, kita telah membaca bagian awal dari mukadimah kitab al-Qaul as-Sadid fi Maqashid at-Tauhid karya Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di rahimahullah. Berikut ini akan kami lanjutkan kembali terjemah dari isi mukadimah beliau.
Beliau mengatakan :
Dan diantara kasih sayang Allah adalah ketika Allah turun setiap malam ke langit dunia untuk menawarkan apa saja yang dibutuhkan oleh hamba-hamba-Nya, yaitu pada saat tersisa sepertiga malam terakhir. Allah mengatakan, “Tidak ada yang lebih pantas untuk dimintai demi memenuhi kebutuhan hamba-Ku selain Aku. Siapa yang mau berdoa kepada-Ku niscaya Aku kabulkan, siapa yang mau meminta kepada-Ku akan Aku beri, siapa yang mau mohon ampun kepada-Ku niscaya Aku ampuni.” Demikian terus terjadi hingga terbit fajar (datang waktu subuh). Maka Allah turun sebagaimana yang dikehendaki-Nya, dan Dia melakukan sebagaimana apa yang dikehendaki-Nya. Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya, dan Dia Mahamendengar lagi Mahamelihat.
Mereka -Ahlus Sunnah- juga meyakini bahwa Allah al-Hakim/mahabijaksana. Dia memiliki hikmah yang sempurna dalam semua syari’at-Nya dan ketetapan takdir-Nya. Tidaklah Allah menciptakan sesuatu dengan sia-sia. Dan tidaklah Allah mengatur di dalam syari’at melainkan untuk berbagai kemaslahatan dan mengandung banyak hikmah/pelajaran.
Mereka pun meyakini bahwa Allah at-Tawwab/mahapenerima taubat al-Ghafur/mahapengampun. Allah akan menerima taubat dari hamba-hamba-Nya dan memaafkan kesalahan mereka, Allah mengampuni dosa-dosa yang berat bagi orang yang mau bertaubat, yang mau beristighfar dan kembali taat/inabah. Dia asy-Syakur/mahaberterima kasih. Allah menghargai amalan walaupun kecil/sedikit, dan Allah tambahkan kepada orang-orang yang bersyukur keutamaan dari-Nya.
Tambahan Keterangan :
Di dalam mukadimah ini, Syaikh as-Sa’di rahimahullah ingin menunjukkan kepada kita tentang betapa luasnya rahmat Allah kepada hamba-hamba-Nya.
Diantara dalil yang menunjukkan sifat rahmat itu adalah nama Allah ar-Rahman dan ar-Rahim. Nama ar-Rahman mengandung makna Allah pemilik sifat kasih sayang yang sangat luas, sedangkan nama ar-Rahim bermakna Allah menyampaikan rahmat-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Wajib mengimani Allah memiliki sifat rahmat dan tidak boleh menyelewengkan makna rahmat menjadi irodatul in’am/keinginan memberi nikmat. Memang Allah mencurahkan nikmat kepada hamba-Nya, dan itu merupakan bagian dan konsekuensi dari rahmat-Nya.
Sifat rahmat pada diri Allah tidak serupa dengan rahmat pada manusia. Apabila manusia merahmati atau menyayangi orang lain karena butuh kepadanya, maka Allah sama sekali tidak membutuhkan makhluk-Nya. Kasih sayang Allah kepada hamba melebihi kasih sayang seorang ibu kepada bayinya. Diantara bukti luasnya rahmat Allah adalah dosa apapun bisa terampuni apabila pelakunya benar-benar bertaubat darinya. Allah berfirman (yang artinya), “Katakanlah; Wahai hamba-hamba-Ku yang telah melampaui batas terhadap dirinya, janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni segala bentuk dosa. Sesungguhnya Dia Mahapengampun lagi Mahapenyayang.” (az-Zumar : 53)